بسم الله الرحمن الرحيم
Pada masa Rasulullah saw. Ada seorang laki-laki yang datang kepada beliau dan berkata bahwa dia telah beribadah untuk mengharapkan ridho dari Allah, akan tetapi ia juga ingin martabatnya ditunjukkan di hadapan orang lain oleh Allah sebagai imbalan dari keikhlasannya tersebut. Rasulullah tidak menanggapi pernyataan laki-laki tersebut hingga kemudian turunlah ayat yang menjawab pernyataan laki-laki itu, yakni Q.S.Al Kahfi ayat 110 yang berbunyi :
قل إنما أنا بشر مثلكم يوحى إلى أنما إلـهكم إله وحد فمن كان يرجوا لقاء ربه قليعمل عملا صـلحا ولا يشرك بعبادة ربه أحد. (الكهف : 110)
Artinya : ''Barangsiapa yang mengharap perjumpaan dengan Tuhannya maka hendaklah ia mengerjakan amal yang saleh dan janganlah ia mempersekutukan ibadah kepada Tuhannya dengan sesuatu pun.'' (QS Al-Kahfi (18): 110).
Kisah ini mengingatkan kepada kita tentang pentingnya keikhlasan sebagai roh dari setiap kebaikan. Islam mengajarkan, nilai suatu amal tidak tergantung pada kedudukan orang pelaku amal, tapi pada niatnya. Syekh Muhammad Mutawalli Sya'rawi dalam tafsirnya menerangkan, niat adalah apa yang ada di dalam hati ketika hendak melakukan suatu perbuatan. Sebagaimana dalam firman Allah yang artinya : ''Dan jika kamu melahirkan apa yang ada di dalam hatimu atau kamu menyembunyikannya, niscaya Allah akan membuat perhitungan dengan kamu tentang perbuatanmu itu.'' (QS Al-Baqarah (2): 284).
Keikhlasan merupakan kekuatan rohaniah yang menjaga orientasi kehidupan seorang Muslim agar tetap lurus dalam segala keadaan dan konsisten dalam kebaikan. Dalam sebuah buku tasawuf dikemukakan renungan mengenai keikhlasan sebagai berikut;
Bila seseorang memberikan bantuan kepada orang lain yang dalam kesusahan karena dia mengetahui Allah memerintahkan yang demikian, berarti amalnya benar karena Allah.
Bila dia kecewa atau bahkan tidak mau lagi membantu karena dianggapnya orang itu tidak berterima kasih, berarti dia tidak ikhlas. Amalnya dipengaruhi oleh reaksi orang kepadanya. Artinya dia bersemangat berbuat baik tatkala ada orang yang menghargai.
Rasulullah saw. telah mengajarkan perilaku utama, ''Kamu memaafkan orang yang berbuat jahil terhadapmu, memaafkan orang yang menzalimimu, memberi orang yang enggan memberi kepadamu, dan menyambung hubungan dengan orang yang memutus hubungan denganmu.'' Kesediaan membalas keburukan dengan kebaikan di atas amat sulit dilakukan kecuali oleh orang yang berjiwa ikhlas.
Keutamaan ikhlas diantaranya adalah sebagai sarana untuk membersihkan hati kita; menghapus rasa dengki dari hati kita. Dari Zaid bin Tsabit r.a., ia berkata : Rasulullah saw. bersabda :
ثلاث لا يغل عليهن قلب مؤمن، إخلاص العمل، ومناصحة ولاة الأمر، ولزوم جماعة المسلمين، فإن دعوتهم تحيط من ورائهم.
“Ada tiga hal yang mana hati seorang mukmin tidak akan merasakan dengki, yaitu : ikhlas dalam beramal, memberi nasihat kepada para pemimpin, tetap berjama’ah bersama barisan kaum muslimin, karena do’a mereka akan melindungi siapa yang ada di belakang mereka.” (HR. Ahmad)
Seperti yang kita ketahui bahwa barangsiapa yang mengikhlaskan agamanya untuk Allah SWT, maka ia tidak akan memendam di dalam dirinya kecuali kasih sayang yang murni. Ia akan sedih jika mereka tertimpa musibah, baik dalam urusan dunia maupun akhirat. Ikhlas adalah upaya menyucikan hati dari segala kotoran yang akan mengeruhkan kejernihan dan kesucian hati. Ikhlas ini sangat berkaitan erat dengan amal ibadah yang hanya mengharapkan ridho Allah bukan untuk berlaku riya.
Dalam firman-Nya Q.S. Al Bayyinah ayat 5 dinyatakan bahwa ikhlas dalam beribadah kepada Allah merupakan agama yang benar. Manfaat ikhlas di sini jelas sekali sangat penting sehingga disebutkan sebagai agama yang benar. Karena memang keikhlasan adalah sumber penentuan diterima atau tidaknya amalan kita. Meskipun kita sudah berniat ketika akan beramal, jika kita tidak menyertakan ikhlas dalam niat kita –ikhlas mengharap ridho Allah- maka amalan kita tidak akan bernilai di sisi Allah.
Sebuah Kisah yang Menginspirasi
Sebut saja namanya Ali ( bukan nama sebenarnya-pen ), ia hidup dengan keterbatasan fisik yang Allah berikan. Keadaan yang tidak diharapkan itulah yang membuatnya menjadi berbeda dengan orang lain. Setiap aktivitas ia coba untuk lakukan sendiri dan tidak membebankan orang lain. Ia tetap berusaha hidup mandiri meskipun hal itu membuat orang-orang di sekitarnya merasa iba dan tidak tega melihatnya. Namun Ali tetap tenang dan yakin akan kelebihan lain yang telah Allah titipkan untuknya.
Ketika Ali ditanya mengapa ia begitu bersemangat hidup meski dengan keadaan fisik yang terbatas? Ali menjawab : “Saya ikhlas dengan yang telah Allah berikan pada saya, masih banyak sekali nikmat Allah yang lain yang saya rasakan dan harus saya syukuri sehingga saya tidak perlu cape memikirkan keadaan saya dengan fisik yang terbatas ini.” Subhanallah…begitulah keikhlasan yang telah tertanam dalam hati Ali, ternyata salah satu usahanya menumbuhkan rasa ikhlas di hatinya adalah dengan menggabungkan diri bersama orang-orang shaleh yang senantiasa mengingatkannya akan kebesaran Sang Pencipta, membuatnya selalu mengingat Rabbnya yang telah memberi begitu banyak nikmat untuknya, menjadikannya bijak menghadapi setiap ujian yang ada. Karena teman-temannya selalu ada mengingatkannya dan mendukungnya.
Buah keikhlasan yang ditanamkan dalam hati Ali adalah ia mendapatkan seorang istri yang shalehah dan seorang putri yang tidak sama dengannya, seorang putri yang sempurna seperti teman-temannya yang lain. Semakin Ali merasakan nikmatNya bertambah untuk diri dan keluarganya, semakin besar kecintaan Ali dan keluarganya pada Sang Maha Pemberi Rizki serta semakin besar rasa kesyukurannya. Keikhlasan yang ditanamkan dalam hatinya membawa kehidupan Ali dan keluarganya berada dalam keridhaan Allah SWT.
Dari kisah diatas, dapat kita ambil ibroh diantaranya yaitu
Dengan kita menggabungkan diri bersama orang-orang yang shaleh akan melatih kita untuk bisa bersikap ikhlas.
Ikhlas bisa mendatangkan keberkahan untuk kehidupan kita dan tentunya mengantarkan kita pada keridhaan Allah sehingga setiap langkah yang kita tempuh senantiasa mendapatkan bimbingan dari-Nya.
Merenungkan dan mensyukuri apa yang telah Allah berikan pada kita.
Mengoptimalkan potensi yang telah Allah titipkan pada kita di jalan Allah
Senantiasa berpikir positif dalam menghadapi segala ujian dan rintangan dalam hidup ini.
Jangan pernah merasa minder, karena Allah pasti telah memberikan yang terbaik untuk kita.
Ikhlas adalah sebuah amalan suci yang akan mengantarkan kita untuk dekat dengan Allah. Akan tetapi jika ia bercampur dengan niat lain seperti riya, maka akan sia-sialah semua amalan kita. Oleh karena itu berwaspada dan jauhkanlah diri kita dari bahaya riya. Dengan cara ini, jiwa kita hanya akan tertumpu kepada Allah Subhanahu wa Ta ‘ala semata-mata, bukan kepada yang selain dari-Nya. Akhirnya, kita berdo’a kepada Allah sebagaimana yang telah diajarkan Rasulullah: “Ya Allah… Sesungguhnya kami berlindung kepada-Mu dari menyekutukan Engkau dengan sesuatu yang kami tahu, dan kami memohon ampun kepadaMu dari apa yang tidak kami mengetahuinya.”aamin.
Wallahu a’lam bishshawab
Referensi :
Al Quran Al Karim dan Terjemahan. (Depag)
Malik Al Qasim, Abdul. 2002. Bagaimana Menjaga Hati. Jakarta : Darul Haq
www.republika.co.id
www.eramuslim.com
No comments:
Post a Comment